(Soal-Jawab: Majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun X)
PERTANYAAN :Mohon dibahas tentang lafazh “bismillahirahmanirrahim” pada surat al-Fatihah dan surat lainnya. Dibaca keras ataukah pelan?
08132907xxxx
JAWABAN :
Para ulama berselisih pendapat tentang basmallah
pada awal surat-surat di dalam al-Qur‘an, apakah termasuk al-Qur‘an
dan termasuk surat itu, ataukah tidak?
Yang rajih (lebih kuat) –wallahu a’lam– bahwa
basmallah pada awal semua surat di dalam al-Qur‘an termasuk ayat
al-Qur‘an, karena telah ditetapkan
dan ditulis di dalam mushhaf. Dan umat juga telah sepakat, bahwa semua yang ditulis para sahabat di antara dua sampul mushhaf itu adalah al-Qur‘an.[1]
dan ditulis di dalam mushhaf. Dan umat juga telah sepakat, bahwa semua yang ditulis para sahabat di antara dua sampul mushhaf itu adalah al-Qur‘an.[1]
Dan juga (pendapat yang rajih), bahwa basmalah di
awal surat itu tidak termasuk bagian dari surat tersebut, termasuk
pada basmalah surat al-Fatihah. Sehingga ayat pertama dalam surat
al-Fatihah adalah الْـحَمْدُ لِلَّهِ رِبِّ الْعَالَمِيْنَ sedangkan ayat keenam adalah صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ, dan ayat ketujuh adalah غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَ لاَ الضَّآلِّيْنَ.
Para ulama juga berselisih, apakah imam
mengeraskan basmallah ketika dalam shalat jahriyah? Dalam
permasalahan ini terdapat dua pendapat.[2]
Pertama, disunnahkan dibaca pelan.
Ini merupakan pendapat Khulafaur Rasyidin: Abu Bakar, Umar,
‘Utsman, Ali, dan sahabat Ibnu Mas’ud, Ibnu Zubair, dan ‘Ammar
radhiyallâhu'anhum. Juga pendapat al Auza’i, Sufyan ats-Tsauri, Ibnul
Mubarak, Hanabilah dan Ash-habur Ra’yi. Ini adalah pendapat jumhur
ulama.
Begitu pula dengan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullâh, beliau memilih pendapat ini.
Kedua, disunnahkan dibaca keras. Pendapat ini masyhur sebagai pendapat Imam Syafi’i.
Yang rajih (kuat) adalah pendapat pertama, karena
dalil-dalilnya shahih dan tegas. Adapun pendapat kedua, sebagian
dalilnya dha’if, sedangkan yang shahih tidak sharih (tegas)
menunjukkan pendapat tersebut.
Berikut ini di antara dalil pendapat pertama :
Dari Anas bin Malik, bahwa Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam, Abu Bakar, dan
Umar, (dan ‘Utsman), mereka semua membuka shalat dengan الْـحَمْدُ لِلَّهِ رِبِّ الْعَالَمِيْنَ.
(HR Bukhari, no. 743; Muslim, no. 399;
tambahan “dan Utsman” pada riwayat Tirmidzi, no. 246)
Umar, (dan ‘Utsman), mereka semua membuka shalat dengan الْـحَمْدُ لِلَّهِ رِبِّ الْعَالَمِيْنَ.
(HR Bukhari, no. 743; Muslim, no. 399;
tambahan “dan Utsman” pada riwayat Tirmidzi, no. 246)
Setelah meriwayatkan hadits ini, Imam Tirmidzi rahimahullâh mengatakan:
“Amalan ini dilakukan
oleh para sahabat nabi radhiyallâhu'anhum, dan para tabi’in setelah
mereka. Mereka membuka bacaan dengan الْـحَمْدُ لِلَّهِ رِبِّ الْعَالَمِيْنَ.
Tetapi (Imam) Syafi’i berkata : ’Makna hadits ini adalah, bahwa
Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam, Abu Bakar, Umar, dan ‘Utsman,
mereka semua membuka bacaan (shalat) dengan membaca al-Fatihah
sebelum surat. Dan maknanya, bukanlah mereka tidak membaca . (Imam) Syafi’i berpendapat, (imam) memulai dengan dan mengeraskannya, jika dia mengeraskan bacaan’.”
(Sunan Tirmidzi, no. 246)
(Sunan Tirmidzi, no. 246)
Akan tetapi, pendapat Imam Syafi’i rahimahullâh ini terbantahkan dengan riwayat lain, yang menegaskan bahwa mereka itu benar-benar memulai bacaan dengan hamdallah, dan tidak dengan basmallah. Yaitu tambahan yang ada pada riwayat Imam Muslim :
Dan mereka tidak menyebutkan pada awal bacaan (al Fatihah, Red),
dan tidak pula pada akhir bacaan (al Fatihah, yaitu awal surat setelahnya, Red)
(HR Muslim, no. 399)
dan tidak pula pada akhir bacaan (al Fatihah, yaitu awal surat setelahnya, Red)
(HR Muslim, no. 399)
Juga pada riwayat yang lain, lebih tegas lagi disebutkan :
Dari Anas bin Malik, dia berkata:
“Aku shalat bersama Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam,
dan bersama Abu Bakar, Umar, ‘Utsman.
Aku tidak mendengar seorangpun dari mereka membaca .”
(HR Muslim, no. 399)
“Aku shalat bersama Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam,
dan bersama Abu Bakar, Umar, ‘Utsman.
Aku tidak mendengar seorangpun dari mereka membaca .”
(HR Muslim, no. 399)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullâh, setelah
menjelaskan masalah ini secara panjang lebar, dan memilih bahwa
menurut Sunnah adalah membaca basmallah dengan pelan, beliau
rahimahullâh berkata:
“Bersamaan dengan ini,
maka yang benar (bacaan) yang tidak dikeraskan. Terkadang
disyari’atkan untuk dikeraskan, karena mashlahat yang lebih kuat.
Maka terkadang disyari’atkan bagi imam (mengeraskannya, Red)
sebagai misal untuk pengajaran kepada makmum. Dan terkadang makmum
boleh mengeraskan dengan sedikit kalimat. Seseorang juga boleh
meninggalkan sesuatu yang lebih utama untuk merekatkan hati-hati
(manusia) dan menyatukan kalimat, karena takut menjauhnya (manusia)
dari hal yang baik”.
(Majmu’ Fatawa, 22/436)
(Majmu’ Fatawa, 22/436)
Perlu juga kita pahami, adanya perselisihan dalam
masalah ini tidak boleh dibesar-besarkan, yang kemudian dapat menjadi
sebab kebencian dan perpecahan umat. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar